yprsulteng.com

Minggu, 27 Februari 2011

Ultimatum Gubernur Pada PT Inco Tepat

ADA TIGA KERUGIAN KARENA INCO BELUM BEROPERASI

Palu – Mantan sekertaris daerah Kabupaten Morowali Chaerudin Zen mengatakan ultimatum Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju kepada pihak PT International Corporation (Inco) agar segera melakukan aktivitas pertambangan Nikel diblok Bahodopi, dan Kolondale, Morowali ssudah tepat.

“Ultimatum Pak Gubernur sudah tepat karena sudah puluhan tahun Inco tidak pernah merealisasikan janjinya untuk membangaun pabrik nikel di Morowali,” kata Chairuddin di Palu, Jumat. Chairuddin saat masih menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Morowali tahun 2007 paling bersikukuh mempertahankan Inco baik di hadapan pmerintah Provinsi maupun di masyarakat.

“Wakti itu saya bertahan karena Inco sudah berjanji akan membangun pabrik pada 2010 ternyata sekarang dudah 2011 belum juga ada realisasinya,” kata Chaeiruddin. Optimisme Chaeruddin ketika muncul karena perusahaan sudah melakukan survei terhadap lokasi pabrik dan pelabuhan tetapi suplai listrik tidak tersedia.

Chaeruddin mengatakan, tiga kerugian yang diperoleh akibat belum beroperasinya inco sejak pemerintah pusat menandatangai kontrak karya tahun  1968 dengan perusahaan berpusat di Kanada itu. Kerugian tersebut meliputi, terprteksinya investasi bagi perusahaan lain yang ingin masuk di Sulteng karena luas lahan yang di kuasai Inco sejak tahun 1968 mencapai 32.123,01 Hektar di Blok Bahodopi dan 4.512,35 hektare di blok Kolondale. “ sudah 40 tahun lahan itu tidur karena perusahaan lain tidak bisa masuk,” kata Chaeruddin.

Kerugian lainnya kata dia adalah tidak adanya pemasukan keuangan bagi pemerintah dan kerugian bagi masyarakat sekitarnya, ini kerugian nyata.,” katanya. Chaeruddin, mengatakan sejak Inco berencana beroperasi di dua blok lumbung nikel di Morowali tersebut belum di ketahui berapa banyak pendapatan Daerah yang di peroleh dari bagi hasil jika nikel di daerah itu dieksplorasi.

Sebelumnya, rabu (23/2) Gubernur Sulteng Paliudju mengultimatum Inco agar segera melakukan kegiatan pertambangan paling lambat 1 maret 2011. “ jika hingga 1 maret ini belum ada tanda-tanda kegiatan, pemerintah tak bertanggung jawab atas reaksi masyarakat terhadap perusahaan tambang nikel tersebut,” kata paliudju.

Direktur Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Sulawesi Tengah (Sulteng) Mohammad Hamdin mengatakan, jika pemerintah memaksa perusahaan untuk segera beroperasi tanpa memikirkan hal lain, YTM secara tegas menolak. “ hal lain yang saya maksud adalah kepemilikan saham daerah dalam perusahaan itu, “katanya sebagai mana di kutip Antara.

Menurut Hamdin, baiknya pemerintah daerah tidak memaksakan Inco beroperasi, karena tidak berdampak signifikan atas pendapatan daerah. “lihat saja di Soroako. Kedepan, jika seluruh sumber daya alamnya habis di eksploitasi Inco, daerah itu akan jadi Daerah mati,” tegas Hamdin. 

Sumber : Media Alkhairaat

Kamis, 24 Februari 2011

DUA PENAMBANG TERTIMBUN LONGSOR


Kamis, 24 Pebruari 2011 00:43

PALU, (24/2) - Dua penambang emas di Poboya, Palu Timur tertimbun longsor. Akibatnya, seorang diantaranya meninggal dunia. Kapolres Palu, Ajun Komisaris Besar Polisi Deden Garnada membenarkan peristiwa itu. Menurutnya, peristiwa itu terjadi pada 22 Pebruari lalu sekitar pukul 11.00 Wita.

Dalam peristiwa itu, salah seorang penambang bernama Jufri meninggal dunia di Rumah Sakit Undata Palu. Warga asal Kotamobagu, Sulawesi Utara itu mengalami pecah kepala, patah tulang belakang dan kaki kanan patah. "Saat ini korban sudah dibawa ke kampungnya di Kotamobagu," katanya.

Sedangkan salah seorangnya lagi yang bernama Arham (28) mengalami patah kaki dan luka berat. Saat ini korban dirawat di Rumah Sakit Undata Palu. (BP007)

Sumber : http://www.beritapalu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1104:dua penambang-tertimbun-longsor&catid=34:palu&Itemid=126

Senin, 21 Februari 2011

PASCA BENTROK BALIASE-TINGGEDE: SATU WARGA BALIASE DITAHAN


Senin, 21 Pebruari 2011 13:10

PALU– Pasca bentrok antar warga Desa Tinggede dan Baliase yang terjadi Sabtu malam (19/2) lalu, pihak kepolisian berhasil menahan salah seorang warga Baliase karena diduga mengetahui awal mula pemicu kejadian itu.

Kapolres Donggala AKBP I Nengah Subagia saat dikonfirmasi mengatakan pasca bentrokan hingga kini satu peleton aparat keamanan masih disiagakan di lokasi perbatasan antar desa.

Menurutnya, bentrok tersebut hanya dipicu perselisihan antar individu. Ia juga mengaku telah melakukan pertemuan dengan Kades, Camat dan Kapolsek Maravola, “Ini kriminal murni, tak ada kaitannya dengan bentrok di Dolo kemarin. Sebab menurut kesaksian yang kami terima, awalnya hanya karena ada seorang warga Tinggede yang kebetulan dibacok di wilayah Desa Baliase,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, sejak bentrok terjadi pukul 23.00 wita, ia telah menurunkan ratusan aparat gabungan dari Polres Donggala, Palu dan Polda bersenjata lengkap. Ia juga mengaku kalau pihaknya langsung melakukan penyelidikan. Sementara itu, Sekdes Baliase, Sri Tajudi, yang berada di lokasi kejadian mengakau, kalau dirinya sempat dimitai pertolongan oleh korban.

Namun setelah ia keluar rumah untuk mencaritau, pelaku langsung kabur ke arah utara Desa Baliase. “Korban itu masuk ke rumah minta tolong, dia bilang ada yang kejar. Tapi saya liat belakangnya berdarah. Sepertinya pelaku tak berani mengejar masuk ke rumah saya. Pas saya keluar, mereka langsung kabur,” katanya.

Menurut korban kata Tajudi, pelaku berboncengan menggunakan sepeda motor. Sebelumnya, korban, Ginal (17) dikejar dari arah Tinggede menuju Baliase. Karena sepeda motor yang digunakan korban mengalami bocor ban, maka pelaku langsung membacok korban. Hingga kini, korban masih dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Anuta Pura Palu. Untuk diketahui, puluhan warga Tinggede sempat mendatangi wilayah perbatasan desa, dan terjadilah aksi saling lempar. Tak ada korban lagi dari peristiwa itu, setelah polisi berhasil meminta agar warga Tinggede membubarkan diri. Di lokasi kejadian, beberapa warga Tinggede berteriak-teriak meminta agar pelaku segera ditangkap. (bp020/bp003)

Sabtu, 19 Februari 2011

KEBUN SAWIT SEBABKAN DEGRADASI LINGKUNGAN


Jumat, 18 Pebruari 2011 12:30 

PALU, 18/2 - Perkebunan sawit di Indonesia menyebabkan degradasi lingkungan. Menurut data terbaru Sawit Watch, setiap tahun ada 260 ribu hektar hutan yang dikonversi menjadi perkebunan sawit. Sementara khusus untuk lahan gambut, setiap tahunnya ada 100 ribu hektar yang dijadikan perkebunan sawit.

Kepala Divisi Kampanye Sawit Watch, Jefri Gideon Saragih, mengatakan, Indonesia memiliki lahan gambut terluas ke 2 di dunia, yakni 7,3–9,7 juta hektar. Sementara jika dibandingkan dengan produktivitasnya, kata Jefri sangat berbanding terbalik. Dengan luasan lahan sekitar 9,4 juta hektar di seluruh Indonesia, prodiktivitasnya hanya sebesar 21,3 juta pon Crude Palm Oil (CPO) per tahun.

Kalau dilihat sumbangsi perkebunan sawit ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), hanya sebesar 9,12 milyar USD, atau 10 persen dari total APBN 2010.“Intinya, sawit itu cenderung merusak lingkungan. Kita ketinggalan jauh dari Malaysia, mereka punya luas perkebunannya hanya 4,9 juta hektar, tapi produktivitasnya mencapai 17,8 ton CPO per tahun,” katanya.

Mestinya kata Jefri, 1 orang pekerja di perkebunan menangani 0,7 hektar per hari. Namun kenyataannya, rata-rata di Indonesia 1 orang orang bisa mengerjakan hingga 4,5 hektar per hari. Selain itu, kata Jefri sawit adalah tumbuhan yang sangat membutuhkan air paling banyak. 

Meski masih diperdebatkan, kata dia riset yang dilakukan di Sumatera Selatan (Sumsel) tahun lalu menyebutkan, bahwa untuk 1 pohon sawit membutuhkan 8-10 liter air per hari. Rata-rata keberadaan perkebunan sawit selalu di area tangkapan air atau water catchment area. Akibatnya, terjadi penggundulan hutan di beberapa daerah untuk perkebunan sawit. Dan wilayah perkebunan mengancam kekeringan di sungai-sungai, dan jika musim hujan tiba, ancaman banjir selalu mengintai.

Untuk beberapa daerah yang mempunyai perkebunan sawit skala besar, juga terjadi konflik lahan. Seringkali wilayah ulayat menjadi sasaran bagi perkebunan. Dari catatan yang ada, Jefri  mengatakan setiap tahunnya ada 100 ribu hektar tanah yang dirampas.

“Tahun lalu, warga yang ditangkap karena sengketa lahan sebanyak 202 orang, dua di antaranya ditembak dan 1 meninggal. Ini kasus di Sumsel,” katanya. (bp020/bp003)

Sumber :http://www.beritapalu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1067:kebun-sawit-sebabkan-degradasi-lingkungan&catid=34:palu&Itemid=126


Senin, 14 Februari 2011

Polisi Disebut Intimidasi Penambang


CPM Tetap Ditolak Masuk Poboya

Palu- Penolakan terhadap masuknya PT Citra Palu Mineral (CPM) di Kelurahan Poboya, palu timur sudah menjadi harga mati . penambang tidak mau lagi ada tawar menawar. Tokoh pemuda kelurahan poboya Herman Pandenjori menegaskan, sikap penolakan terhadap kegiatna eksploitasi yang akan dilakukan PT CPMdi wilayah poboya sudah bulat. Kalaupun ada negosiasi atau lobi yang dilakukan, pihakny berkomitmen untuk tetap pada sikap menolak. “ sekali lagi saya katakan, kami menolak CPM masuk lagi di poboya, itu sudah harga mati” tegas Herman, kemarin.

Ia menyebut adanya indikasi untuk mengintimidasi para penambang. Upaya intimidasi ini diduga dilakukan pejabat pemda dan aparat keamanan. Untuk itu, herman mengingatkan kepada baik CPM, pejabat Pemdan maupun Aparat Kepolisian untuk tidak lagi melakukan intimidasi terhadap masyarakat penambang.

“Intimidasi dan menakut-nakuti sekarang ini bukan masanya lagi. Yang kami lakukan sekarang ini adalah mempertahankan hak dan itu sudah menjadi tekat kami,”tegasnya lagi. Beberapa hari yang lalu berdasarkan informasi dari beberapa media massa, bahwa ada sejumlah penambang yang tertimbun longsor. Menurut Herman, informasinya tersebut tidak benar dan tidak sesuai fakta dilapangan.

“katanya, ada 6 orang yang tertimbun longsor, Itu tidak benar. Saya lihat isu itu sudah disetting oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya tambang rakyat” ungkap herman. Hal senada di ungkapkan Arsit, salah seorang aktivis Barisan Pemuda Tara (BATARA). Menurut dia isu kecelakaan dilokasi tambang rakyat disetting oleh pihak-pihak yang pro pada pertambangan skala besar. Tujuannya jelas, melemahkan posisi tambang rakyat dan akhirnya tambang rakyat ditutup.

“Kami tetap pada sikap semula, menolak CPM taau perusahaan-perusahaan besar lain beraperasi di Poboya.” Tegas Arsit. Padahal kata dia, fakta mebuktikan, tambang rakyat telah menyediakan lapangan kerja dan menghidupi ribuan orang.(ars)   

Sumber : Radar Sulteng  

Jumat, 11 Februari 2011

Kapolda : Tak Mau Diatur, Saya Tutup

Kapolda : Tak Mau Diatur, Saya Tutup

Palu – kapolda sulawesri Tengah Brigjen Polisi dewa Parsana menyatakan, bila penambang emas di poboya yang tak memiliki izin tak mau di atur , maka akan ditutup. Penambang emas ini selama ini di lakukan di wilayah kontrak karya PT Citra Palu Mineral (CPM ). Pernyataan tegas kapolda ini di nyatakan di depan ratusan penambang emas poboy,kamis (10/02).

“saya minta minta agar penambang mau diatur dulu. Beri kesempatan kepada perusahaan yang memang menjadi pemilik areal untuk melakukan kegiatan eksplorasi, kalau begini terus dan kalian tidak mau diatur , saya akan tutup. Tidak lama kok kalau ini mau ditutup”, tegas Kapolda didamping walikota palu Rusdi Matura.

Lanjut Kapolda, tentunya bila sudah terjadi penutupan maka yang akan merasakan dampaknya adalah penambang sendiri. Penambang akan kehilangan dan bisa-bisa kelaparan dan itu awal dari kematian. Tentunya tentunya kami tidak menginginkan hal itu terjadi kalau sampai terjadi saya sangat prihatin” ujar Kapolda.

Dewa parsana juga meminta agar para penambang tidak terhasut dengan ajakan-ajakan atau provokasi dari manapun untuk melakukan penolakan. Termasuk unjuk rasa yang dilakukan, itu jelasnya. “ saya kembali menegaskan, kalau kalian tidak mau diatur maka Negara melalui kepolisian akan mengambil tindakan” ukar Dewa Parsana.

Pernyataan tegas juga datang dari dari Wali Kota Palu Rusdi Mastura “ saya tidak mau melawan pemerintah pusat” Kontrak karya itu sama kuatnya dengan undang-undang. Tidak mungkin saya lawan. Ini urusan pemerintah. Kalau penambang tidak mau diatur, dan terus melakukan penolakan, maka saya akan lepas tangan dan menyerahkan masalah ini ke kepolisian. Kalau sudah di tangani kepolisian maka penambang pasti akan kalah” ujar Rusdi Mastura.

Penambang di poboya, kata Rusdi merupakan aktivitas tanpa izin atau penambang emas tanpa izin (PETI). Saya meminta kepada penambang untuk mematuhi aturan yang ada “ beri kesempatan kepada CPM Untuk melakukan eksplorasi dulu, baru kita menuntut untuk di berikan wilayah pertambangan rakyat atau WPR. Karena bagaimanapun, CPM selaku pemegang kontrak karya tidak mungkin dihalangi untuk melakukan aktifitasnya” katanya.

Selama ini yang terjadi, tambah rusdi justru yang muncul adalah penolakan-penolakan. Seharusnya yang dilakukan adalah dialogdialaog meminta keastian dari CPM untuk memberikan sejumlah areal lahannya agar dijadikan WPR.

Kepada Bidang Energi dan sumberdaya Mineral Dinas PU ESDM Kota palu Muslimah Malappa mengatakan, dengan luasnya areal penambangang emas di pobaya sebesar 37 ribu hektar, takmungkin semuanya di kelola warga. Untuk itu, warga diminta tidak menolak PT CPM dengan memasang harga mati.” Janganlah sampai memasang harga mati. Sebaiknya warga dan PT CPM duduk satu meja membicarakan dengan baik-baik” kata muslimah. (PATAR/IRMA)

Sumber : media al khairaat jumat 11 Februari 2011.

Rabu, 09 Februari 2011

CPM Tunda Mobilisasi Alat Hari ini

Penambang dan BATARA Siap Hadang CPM

PALU- Penambang yang di koordinir Barisan Pemuda Tara (BATARA) Mulai respons rencana PT CPM yang akan mulai melakukan mobilisasi peralatan bornya ke poboya, selasa (8/2) hari ini. Senin kemarin (7/2), sekitar pukul 10.30 wita, ratusan massa mulai berkumpul dan terkonsentrasi di dua titik, yakni dipertigaan jalan veteran depan kantor kelurahan lasoani, di sebelah selatan. Dan di sekitar lapangan sepak bola, di kelurahan poboya, palu timur, di sebelah utara. Massa membentangkan spanduk penolakan terhadap rencana kedatangan PT CPM di poboya.

“hari ini (kemarin,red) baru uji coba saja, belum banyak yang datang, besok (hari ini, red) mobilisasi massa akan lebih besar lagi. Kami siap menyambut, kalau CPM benar-benar mau angkut peralatannya ke Poboya” tegas Arsit, salah seorang aktivis BATARA,Kemarin(7/2).

Selain akan memobilisasi penambang dari lokasi tambagn, Arsit mengklaim juga mendapat dukungan massa dari kelurahan poboya dan kelurahan-kelurahan di sekitarnya. “kita lihat saja besok, kalau CPM tetap masuk kami ingin buktikan bahwa kami benar-benar melawan” tegasnya lagi.

Hal senada di ungkapkan Adjaliman, salah seorang tokoh masyarakat kelurahan poboya. Ia mengkalim penolakan atas rencana CPM melanjutkan tahapan eksplorasi sudah final dan sudah merupakan kesepkatan bersama antara msyarakat dan tokoh-tokoh adat di poboya.

“kami di poboya sudah sepakat untuk tidak menandatangani surat kesepakatan dengan CPM. Ini artinya, kami menolak. Setiap saat kami siap menyambutnya, kalau tetap memaksa masuk ke poboya tegasnya.

Humas CPM, Anas yang di konfirmasi menyatakan karena pertimbangan nonteknis, rencana mobilisasi peralatan bor ke poboya selasa (8/2) hari ini di tunda “melihat kondisi di masyarakat hari ini (kemarin,red) kemungkinannya mobilisasi alat ke poboyabesok (hari ini, red) di tunda” ujar Anas via handpone kemarin sore. Ia mengatakan penundaan ini semata-mata hanya persoalan nonteknis saja, dari segi teknis mobilisasi peralatan bor ke poboya itu sudah siap.” Kami tetap upayakan agar minggu ini mobilisasi alat ke poboya itu tetap bisa di lakukan” pungkasnya (ars).

Sumber : Radar Sulteng