yprsulteng.com

Kamis, 31 Maret 2011

PANTAU REDD LAKUKAN PENGUATAN DI DAERAH TAPAK PROYEK

Rabu, 30 Maret 2011 19:22

PALU,(30/3) - Kelompok kerja (Pokja) Pemantau program Reducing Emission Deforestation and Degradation (REDD) di Sulteng akan melakukan penguatan di 5 kabupaten yang akan dijadikan tapak projek implementasi program tersebut.

Supardi Lasaming, Koordinator Pokja pantau REDD,  mengatakan penguatan itu berupa kegiatan lokakarya kampung dan Focus Group Discussion (FGD) baik di desa yang akan dijadikan lokasi Demonstrative Activities (DA) maupun di ibukota kabupaten.

“Lokasinya di Poso, Parigi Moutong, Donggala, Tolitoli dan Tojo Una-una. Kami berharap, masyarakat di wilayah itu kritis dan benar-benar mengetahui implementasi program tersebut. Harapannya, masyarakat tidak dibatasi wilayah kelolanya saat implemetasi program,” Sebut Supardi.

Menurutnya, kegiatan tersebut akan berlangung pada bulan depan dengan melibatkan semua elemen masyarakat di kabupaten, dan mereka yang bermukim di wilayah sekitar hutan. Bagi pokja, masyarakat perlu mendapat posisi tawar yang setara atas implementasi program tersebut, tidak terbalik hanya menjadi penonton.

Ia juga mengatakan mekanisme Free Prior and Informed Consent (FPIC), yang merupakan mekanisme atas akses informasi di awal sebelum implementasi proyek, menjadi harga mati yang harus dijalankan. Artinya, dalam proses negosiasi awal masyarakat dimintai persetujuannya.
(bp020/bp003)

Sumber :  http://www.beritapalu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1192%3Apantau-redd-lakukan-penguatan-di-daerah-tapak-proyek&catid=34%3Apalu&Itemid=126

Sabtu, 26 Maret 2011

LARANGANA PUNGLI DAN PREMANISME DI POBOYA


Kapolda Keluarkan Maklumat

PALU –Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Polisi Dewa Parsana akhirnya mengeluarkan maklumat pertama ditahun 2011, terkait menindak lanjuti maraknya aksi pungutan liar(pungli) yang terjadi dilokasi pertambangan emas Poboya, Kecamatan Palu Timur. Maklumat itu, kata dia, adalah bagian dari kesepakatan bersama atau bagian wujud komitmen bersama dalam menghadirkan situasi aman dan tertib, disulteng khususnya di Kota Palu.

Ia menegaskan, kepada oknum masyarakat/perorangan atau kelompok yang berada diareal lokasi pertambangan Emas Poboya diperingatkan melarang melakukan segala bentuk pungutan apapun pada areal tambang emas dikelurahan Poboya, Kelurahan Kawatuna, Kelurahan Lasoani, Kelurahan Tanamodindi dan Kelurahan Talise. Bila mana masih ada yang melakukan pungli, maka di kategorika sebagai “Pelaku Kejahatan Premanisme” dan akan ditendak tegas sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku.

Kata dia, khususnya kepada para pengusaaha pertambangan, tromol, tong, kios, sepeda motor, mobil dan perorangan untuk tidak melayani pungutan apapun bentuknya kepada pelaku premanisme tersebut diatas dan bila ada yang melakukan pemungutan agar melaporkan kepada Kepolisian, Pemda dan Keluruhan setempat.

Dewa Parsana mengatakan, maklumat itu sengaja dikeluarkan Kepolisian demi menjaga dan memelihara keamanan, ketertiban, serta merugikan masyarakat di Wilayah Kota Palu khususnya di wilayah areal Pertambangan Poboya menyusul adanya praktek pungutan liar dan premanisme. Kapolda Dewa Prasana meminta agar makluat yang mulai diberlakukan pada kamis (24/3) tersebut di  jalankan dan dipatuhi secara bersamadengan kesadaran seluruh pihak. “Saya tegaskan kembali untuk ditaati dan dijalankan dengan baik,”kata mantan Wakapolda itu. (ICHAL/BANJIR).

Sumber : Media Alkhairaat Jum’at 25 Maret 2011

Pendidikan di Kalamanta Butuh Perhatian


YUNUS : KAMI BELAJAR DIKOLONG RUMAH
SIGI-Sarana pendidikan sekolah Dasar(SD) di Desa kala mata butuh perhatian. Menyusul sarana pendidikan ditempat tersebut sudak tidak layak pakai. Akibatnya proses belajar mengajar dilakukan dibalai desa dan kolong rumah. Kepala SD Kalamanta, Yunus Tomu kepada Media Alkhairaat di Desa Banasu, Jum’at (18/3) sore mengatakan, hal itu dilakukan karena bangunan sekolah yang ada telah roboh dua tahun lalu tepatnya pada April 2009.

“Selain bangunan sudah tidak ada, mobile sekolah berupa kursi dan meja juga tidak bisa digunakan lagi,” ujarnya. Dia menyebutkan, sekolah yang dipimpinya memiliki 40 orang siswa tersiri dari kelas 1 hingga kelas 6, dengan tenaga pengajar sebanyak empat orang terdiri dari satu orang pengajar berstatus  PNS, satu orang tenaga yayasan dan dua orang pengajar tenaga sukarela.

“dengan jumlah tenaga pengajar yang sangat terbatas tersebut, kami harus kerja merangkap memberikan pelajaran kepada siswa-siswi kami dari kelas saru hingga kelas enam,” katanya. Yunus yang telah mengabdi selama dua puluh sebagai tenaga pengajar di Kalamanta ini berharap Pemerintah Kabupaten Sigi dapat memperhatikan sarana dan prasarana pendidikan di Wilayah yang berbatasan dengan wilayah Seko Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan ini, dengan cara membangun kembali sarana pendidikan yang telah roboh dua tahun lalu tersebut. “Hanya itu permintaan kami, agar anak-anak kami dapat beajar dengan nyaman seperti anak-anak lainnya di kota,”pintaya.

Dia menambahkan, apalagi saat ini bagi kelas enam akan menghadapi ujian akhir nasional, sehingga membutuhkan sarana belajar dan konsentrasi belajar yang baik. “Ujian akhir sudah dekat, anak-anak kami butuh konsentrasi dalam menerima pelajaran, kalau berpindah-pindah tempat belajarnya anak-anak tidak akan maksimal dalam menerima pelajaran,”sebutnya.

Dia mengatakan, selain di kalamanta sarana pendidikan di sejumlah tempat seperti didesa Mamo, Banasu dan Mapali juga butuh perbaikan (rehabilitas) karena bangunannya sudah tidak layakpakai. Kedepannya kata dia, wilayah Pipikoro akan dibangun jgua SMP Satu Atap, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan diwilayah tersebut. “Mudah-mudahan usulan kami untuk membangun SMP Satu atap dapat terealisasi. Olehnya kami butuh perhatian Pemkab dan DPRD Sigi,” tandasnya. (RAHMAN)

Sumber  : Media Alkhairaat Selasa 22 Mareet 2011

Hari Ini, Pemkot –PT CPM Dirjen Minerba Tekan Mou


PALU-Dijadwalkan hari ini Sabtu 26/3 Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, PT CPM dan Dirjen Minerba Pusat akan melakukan kerja sama ditandai dengan melakukan penandatanganan Momarandum of understanding (Mou). Kerjasama tersebut dalam bingkai Coorporate Sosiality Responsibily (CSR).

Kabid Pertambangan dan Mineral PU ESDM Kota Palu konsep kerja sama yang dimiliki PT CPM masih bersifat normatif. Didalam konsep tersebut tidak tertuang didalamnya kewenangan untuk pemkot guna mengatur dan menata pertambangan Poboya. Dalam hal ini pemkot harus memiliki kewenangan karena jangan sampai kegiatan PT CPM pada saat melakukan kegiatan di Poboya dapat merusak lingkungan.

Menghindari hal tersebut untuk itu pihaknya akan melakukan kerja sama dengan PT CPM, Pemkot dan Dirjen Minerba yang akan berlangsung di Jakarta kerja sama tersebut dituangkan dalam draf Mou. “Isi konsep kerja sama yang akan di tandatangani di Jakarta konsepnya telah selesai saya susun,” tandasnya (lama).

Sumber : Media Alkhairaat Sabtu 26 Maret 2011

Jumat, 25 Maret 2011

Kantor Lurah Lere Didatangi Warga


PALU- Puluhan nelayan mengepung Kantor Kelurahan Lere, kecamatan Palu Barat, Sulawesi Tengah (Sulteng) terkait dugaan penyalahgunaan bantuan  Nelayan senilai Rp 300 juta. Menurut para  nelayan, sejauh ini panitia pengadaan tidak memaksimalkan penggunaan anggaran kepada masyarakat, dimana pengadaan barang yang mereka terima tidak sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan dan Teknis (Juknis) yang ada.

“Sejauh ini nelayan baru menerima 7 dari 10 unit mesin katinting dalam pengadaan,” kata koordinasi aksi ashar dalam orasinya, Rabu (16/3). Kata dia, selain mesin katinting, sebanyak 20 unit perahu yang diterima nelayan juga merupakan perahu setengah jadi dan belum layak pakai. Setelah beberapa saat melakukan unjuk rasa, akhirnya pihak kelurahan mempertemukan warga dengan panitia pengadaan.

Dalam pertemuan tersebut turut hadir Lurah Lere Andi Basri Parampasi dan Camat Palu Barat Dahyar AK Muhammad. Warga baru membubarkan diri setelah pihak panitia pengadaan berjanji akan melakukan mengecekan dan perbaikan. Dalam aksi tersebut para pengunjukrasa juga menuntut pencopotanketua proyek pengadaan (BANJIR)

Sumber : Media Alkhairaat Kamis 17 Maret 2011

Kamis, 24 Maret 2011

Perda Direvisi, Bagang Tradisional Dilegalkan


Dinas Kehutanan dan Kelautan (Distanhutkel) optimis dapat melegalkan oerasi bagang diperairan teluk Palu. Supaya bagang bisa beroperasi maka pemkot berencana merevisi Perda No 9 Tahun 2005 tentang Alat Bantu Penangkapan Ikan. Namun menurut kepala Distanhutkel Kota Palu, Ir Muhlis Umar, yang akan di izinkan beroperasi diperairan Teluk Palu hanya Bagang Tradisional. “Saya piker tidak ada nelayan yang dirugikan jika bagang trdisional di izinkan beroperasi,”kata Muhlis.

Saat ini revisi Perda Nomor 9 Tahun 2005 sedang dikaji di DPRD Palu. Muhlis menjelaskan yang direvisi dari perda tersebut adalah pasal yang mengatur tentang Bagang. “aturan dari perda ini akan kami lebih dipertegas dalam dalam peraturan Walikota nanti. Khususnya mengenai operasional, jenis, dan jumlah bagang yang di perbolehkan beroperasi di Teluk Palu,”ujar Muhlis lagi.

Dia menekankan, yang di izinkan beroperasi adalah bagang tradisional dan bukan bagang modern. “Bagang modern tetap kami larang, sebab bagang modern itu menggunakan lampu mercury sehingga semua ikan akan terserap kesana,”katanya.

Tentunya keberadaan bagang modern, lanjut Muhlis, akan merugikan nelayan tradisional karena tangapan ikan mereka akan berkurang. “sekali lagi Perda ini memperbolehkan bagang beroerasi dengan berbagai persyaratan,”tukasnya.

Muhlis yakin rencana instansinya akan berjalan mulus karena sebelum pihaknya mengajukan rancangan revisi ke DPRD Palu, sudah melalu pengkajian yang cukup lama. Rencana untuk melagalkan bagang sudah berdasarkan hasil kajian tim evaluasi yang dilakukan bersama stakeholders. Atas kesepakantersebut kemudian kami buat regulasinya dan kami ajukan ke DPRD Palu,” tandas muhlis, sambil mengatakan dia yakin tidak akan terjadi konflik di antara para Nelayan setelah regulasi tentang alat tankap ikan itu keluar. (zai)

Sumber : Radar Sulteng kamis 24 Maret 2011

YPR : PERENCANAAN DAN PENATAAN RUANG KOTA PALU HARUS RAMAH LINGKUNGAN DAN PARTISIPATIF

Oleh               : Hajalia Somba (LIA)

Lembaga       : Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR)

Koord. Div. Pengelolaan Sumber Daya Alam 

No. Kontak    : 0812 418 96717

Senin 14 Maret 2011

Posisi wilayah Kota Palu secara geografis berada di lembah yang dikelilingi gunung dan memiliki teluk yang berada pada 1190 45’ – 1200 01’ Bujur Timur dan 0036’ – 0056’ lintang selatan dengan luasan wilayahnya adalah 395,06 Km2 atau 39.506 Ha, yang terdiri dari 4 Kecamatan  dan 43 Kelurahan dengan jumlah penduduk berdasarkan data BPS Kota Palu menurut kecamatan tahun 2009 sebanyak 313,179 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 793 /km2. Sebagaimana kita ketahui bahwa potensi somber daya alam di wilayah kota palu sangat besar, dimana terdapat kawasan hutan, potensi pertambangan (galian C) kurang lebih 156,65 Ha yang telah dieksploitasi / digarap sampai tahun 2006 dan masih baya lagi potensi SDA lainnya. Sebagai sebuah konsekwensi perkotaan dengan melihat berbagai potensi yang ada serta tingkat pertumbuhan dan perkembangan di Kota Palu maka pembangunan saat ini seharusnya membutuhkan penanganan, perencanaan, pelaksanaan  serta pengendalian yang sistematis, strategis, arif  terhadap dampak lingkungan dan yang paling penting adalah partisipatif khususnya pada ruang-ruang public yang bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat miskin, karena dalam prosesnya pembangunan di perkotaan cenderung akan menyingkirkan kepentingan-kepentingan rakyat miskin dan terpinggirkan dari proses perencanaan pembangunan itu sendiri. 

Saat ini penataan ruang di wilayah Kota Palu cukup memiliki masalah yang kompleks dimana ruang-ruang public semakin tidak menentu baik pada segi sosial-budaya, hukum maupun ekonomi serta politik. Dalam penataan ruang semestinya yang menjadi rujukan yaitu UU No. 26 tahun 2000 tentang penataan ruang wilayah disemua tingkatan dimana  dimana perencanaan dan pelaksanaannya semestinya dalam proses itu pelibatan publik merupakan hal yang prioritas, sehingga dapat menghasilkan perencanaan yang mengakomodir kepentingan rakyat miskin dan terpinggirkan dan tentunya dapat memberikan manfaat baik secara sosial-kultural, hukum, ekonomi maupun politik bagi rakyat itu sendiri.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, YPR mencatat adanya trend peningkatan kasus-kasus akibat pengelolaan ruang yang dapat dikatakan kontra produktif di kota palu. Fenomena ini setidaknya (terus) berlangsung di empat wilayah kecamatan yang ada, yakni kawasan Palu barat sepanjang pesisir teluk palu, dimana terdapat cukup banyak perusahaan Galian C yang mendapatkan izin dari pemerintah kita, dimana setiap harinya menimbulkan dampak lingkungan seperti debu yang berterbangan sampai kepemukiman warga, deru kendaraan besar yang lalu lalang di jalur antar provinsi yang tidak sedikit menimbulkan kecelakaan lalu lintas, ditambah lagi limbah yang diproduksi dari penggilingan batu menjadi kerikil jelas langsung dialirkan langsung ke laut dan hal ini jelas mengurangi pendapatan nelayan dalam memperolah hasil tangkapannya khusus nelayan tradisional. Kemudian pengelolaan Pesisir Palu Timur dan Palu Utara hingga pada pusat Perkotaan sendiri. Lingkupnya, pencemaran (udara, air, dan tanah), pelanggaran tata ruang, alih fungsi lahan, praktek eksploitasi, hingga pelanggaran hukum lingkungan.

Penataan ruang kota palu yang terlihat carut marut terbukti dengan pembangunan pasar tradisional ataupun modern yang tidak partisipatif sehingga banyak pedagang tidak bersedia meninggalkan tempatnya semula karena tidak strategisnya lokasi pembangunan pasar. Ambi contoh pasar Petobo yang sampai saat ini kenyataannya pedagang ikan lebih memilih berdagang dipinggir jalan meski setiap hari harus waspada karena berhadapan dengan sweeping dan penggusuran tiba-tiba dari petugas.dari carut marutnya pedagang tersebut sehingga jangan heran bila bau busuk yang menyengat dari dihampir semua sudut pinggiran bahkan dipusat kota palu baik itu ditimbulkan oleh bau busuk sampah yang menumpuk juga bau busuk limbah dagangan ikan dan lainnya. Jangan heran bila Kota Palu mendapat julukan kota sampah dan kota pedagang ikan. Hal ini tidak terlepas dari proses perencanaan dan pembangunan tata ruang Kota palu yang masih carut marut. 
Pertanyaannya adalah bagaimana dengan program pemerintah Kota Palu yang disebut dengan “Green and Clear” atau program lain yang sedang digalakan dan diusahakan menjadikan Kota Palu sebagai Kota Teluk Kelas Dunia ??... sementara dalam proses perencanaan dan pembangunan yang ada belumlah terlihat langkah menuju program tersebut.Bagimana mungkin dapat mewujudkan program tersebut sementara di hampir semua pinggir pantai telah pengerukan dan penggilingan batu, kerikil dan lainnya dengan limbah yang langsung dialirkan kesungai dimana sekali lagi telah mendapat izin usaha untuk melakukan hal itu. Hal lain saat ini reklamasi (penimbunan pantai) untuk pembangunan usaha seperti hotel dan lainnya yang marak dilakukan oleh berbagai pihak dan lagi-lagi telah memiliki izin dari pihak pemerintah dan ditambah suasana Kota palu yang tercemar dengan bau busuk dimana-mana? 

Inilah yang kami sebut dengan penataan Ruang Kota palu yang masih kontadiktif dengan program yang direncanakan dimana kota palu akan dijadikan Kota Industri, Pariwisata dan lain sebagainya.
Harapan kita semua semoga berbagai kebijakan yang arif dari Pemerintah kota Palu kedepan dapat benar-benar menekankan pada proses perencanaan, penataan dan pelaksanaan Ruang Kota Palu yang lebih Ramah lingkungan dan yang paling penting Partisipatif dengan tidak menafikkan kepentingan rakyat miskin, sehingga hasilnyapun dapat dinikmati dan dimanfaatkan bersama.

Sumber : YPR (Yayasan Pendidikan Rakyat)






Tata Ruang Kota Palu Tidak Konsisten


PALU- Tata ruang Kota Palu dinilai tidak tertata dengan baik, alias amburadul. Hal itu dikatakan Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Palu, Dedi Irawan, kepada media ini akhir pekan lalu. Menurutnya, pemerintah kota palu seolah tidak konsisten menetapkan peruntukan sebuah kawasan. Ia mencontohkan, diwilayah Palu Barat arah menuju Donggala banbyak terdapat indisteri galian c. Kata dia, perusahaan-perusahaangalian C tersebut hampir semua melakukan reklamasi dibibir pantai.

“Kami khawatir, dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat sendiri, baik itu secara ekonomi maupun ekologi,” katanya.

Menurut Dedi, di kelurahan Buluri sebelumnya pemerintah memberikan bantuan bagi mayarakat sejumlah bibit untuk budidaya rumput laut. Namun dalam waktu tidak terlalu lama, pemerintah juga mengeluarkan izin pertambangan galian C diwilayah yang sama. Ia mengaku telah menerima beberapa complain dari masyarakat atas fenomena ini. Ia menduga, Pemerintah Kota Palu tidak mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah yang matang. Atau kata dia, pengambilan keputusan mengeluarkan izin untuk sebuah industry tidak mengacu pada RTRW.

“Soal reklamasi itu harus dipertimbangkan matang-matang. Bisa saja ada yang bilang kalau untuk wilayah pesisir diteluk palu perludireklamasi agar tidak terjadi abrasi. Tapi perlu di ingat secara logika, air itu selalau mengalir mencari tempat yang rendah. Jadi kalau disuatu wilayah direklamasi, maka komposisi air didalam jumlah besar akan mencari titik terrendah. Dan itu juga akan mengakibatkan abrasi,”jalasnya.

Kata dia, di Kelurahan Watusampu banyak warga yang mengeluh kalau pagar dibelakang warga rumah yang berbatasan dengan bibir pantai, tumbang karena abrasi. Kata dia, rata-rata reklamasi dilakukan untuk kebutuhan dermaga pengankut galian C. lokasi yang ditimbun luasnya mulai 100 hingga 200 meter kearah pantai.

Sementara itu, saat dikonfirmasi untuk diminta tanggapannya, Kepala Dinas Tata Ruang Kota Palu, Ramli Usman, mengaku sudah menerima intruksi dari Walikota Palu untuk membatasi pengeluaran izin pembangunan dermaga diwilayah tersebut. Ia mengakui, kondisi tersebut cukup mengganggu, meski wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai wilayah industry galian C.

“Walikota meminta agar semua pengangkutan galian C dilakukan melalui dermaga khusus. Jadi tidak ada lagi yang membuat dermaga baru baru dan mereklamasi pantai,”katanya. Kata dia, beberapa waktu terakhir ia menolak dua perusahaan yang meminta izin untuk pembangunan dermaga. Menurutnya, beberapa izin yang dikeluarkan sebelumnya sudah memenuhi syarat teknis dan lingkungan dari instansi terkait. (SAHRI)

Sumber : Media Alkhairaat 27 Maret 2011