yprsulteng.com

Sabtu, 30 April 2011

IMPLEMENTASI REDD+: Pemerintah Harus Pertimbangkan Konflik Tenurial

Kamis, 28 April 2011 21:18

PALU,(28/4)  – Pemerintah diharap mempertimbangkan konflik-konflik tenurial (klaim atas hak) yang terjadi antara negara dan masyarakat, sebelum diimplementasikannya program pengurangan pelepasan emisi karbon melalui pencegahan perubahan fungsi kawasan hutan dan penurunan kwalitas hutan, atau dalam istilah popularnya disebut Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) tahun 2012 nanti.

Hal tersebut terungkap pada konferensi pers antara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Yayasan Merah Putih di Sekretariat AJI Sulteng, Rabu (27/4).
“Masih banyaknya tata batas hutan yang belum jelas dan menjadi kewenangan pemerintah, dikhawatirkan bisa menghambat proses implementasi REDD+ nantinya. Di Sulteng, berdasarkan catatan Walhi, rata-rata lokasi yang dijadikan kawasan konservasi bermasalah tentang tata batas,” kata Amat Pelor perwakilan dari Walhi Sulteng.

Di wilayah tersebut, telah terjadi okupasi oleh masyarakat lokal dari luar kawasan, masuk dalam zona inti TNLL, tepatnya di wilayah Dongi-dongi. Dan setelah masuknya masyarakat tersebut sejak awal tahun 2000, hingga kini pemerintah belum melakukan apa-apa terhadap mereka. Pemerintah hanya membuat perencanaan-perencanaan di atas kertas terkait nasib warga Dongi-dongi.

Direktur Oprasional Yayasan Merah Putih, Amran Tambaru menyebutkan, hal yang sama juga terjadi di wilayah Suaka Margasatwa Bakiringan, di Kecamatan Batui Kabupaten Banggai. Masuknya perusahaan sawit dan masyarakat ke dalam kawasan tersebut seolah dibolehkan pemerintah. Sebab dalam perkembangannya dari tahun ke tahun, pembangunan infrastruktur berupa jalan, sekolah, rumah ibadah dan pemukiman masyarakat tidak pernah dipermasalahkan oleh pemerintah.. “Nanti pada akhir tahun 2009 lalu, pemerintah baru melirik persoalan tersebut. Kalaupun dipermasalahkan, hanya dilihat dari sudut pandang pelanggaran pidana, tidak pada subtansi kenapa masyarakat melakukan perambahan,” katanya.

Untuk diketahui juga, saat ini beberapa wilayah di lima kabupaten di Sulteng, direncanakan akan menjadi tapak REDD melalui program inisiasi dari tiga lembaga PBB, yakni UNEP, UNDP dan FAO bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan RI, dengan nama UN-REDD Indonesia Programme. Lima wilayah itu akan menjadi proyek percontohan untuk persiapan implentasi REDD+ tahun 2012.

Terhadap hal itu, maka koalisi LSM dan organisasi sosial kemasyarakatan di Sulteng yang tergabung dalam Pokja Pantau REDD menegaskan, sebelum lebih jauh melangkah, pemerintah harus benar-benar menunjukkan keseriusannya pada masalah tenurial, baik di Sulteng maupun di Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, pemerintah juga harus memepertimbangkan unsur keterlibatan masyarakat dan mengakomodir masukkan mereka dalam pengambilan keputusan tentang implementasi REDD+.(bp020/bp003)

Sumber : http://www.beritapalu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1267:implementasi-redd-pemerintah-harus-pertimbangkan-konflik-tenurial&catid=34:palu&Itemid=126 

Sabtu, 23 April 2011

Nelayan Donggala Minta Perhatian Gubernur


PALU-Masyarakat Nelayan di kabupaten Donggala yang bermukim dipesisir pantai sangat mengharapkan perhatian dari gubernur /wakil gubernur Sulteng terpilih, Longki Djanggola-Sudarto. Keinginan masyarakat tersebut disampakan melalui dialog dengan anggota komisi IV DPRD Sulteng, Rusli DG Palabbi pada kegiatan reses di kecamatan Banawa.

“masyarakat nelayan dipesisir sama sekali belum mendapat perhatian dari dari pemerintah Provinsi(Pemprov) Sulteng. Nasib mereka masih sangat memperihatinkan da bergantung pada perhatian kita semua khususnya pemerintah”kata rusli, selasa(19/4).

Kata Rusli, beberapa keluhan masyarakat menyangkut sarana dan prasarana air bersih, MCK serta infrastruktur jalan di lingkungan pemukiman warga. Mereka juga butuh bantuan modal usaha dari pemerintah untuk menopang kehidupan mereka, terutama untuk masadepan pendidikan anak-anak mereka,” tambahnya.

Olehnya kata dia, dia sebagai perwakilan rakyat dari dapil donggala dirinya akan semaksimal mungkin untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat tersebut pada pembahasan APBD perubahan tahun 2011. “Tentunya juga melalui dinas teknis yang terkait langsung dengan masalh tersebut,”tutupnya.(RIFAY)

Sumber : Media Alkharaat  

Kamis, 14 April 2011

TATA RUANG KOTA PALU DINILAI TAK KONSISTEN

Minggu, 20 Maret 2011 19:36 

PALU,(20/3) - Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) menilai tata ruang Kota Palu dinilai tidak konsisten terkait peruntukkan wilayah sebuah kawasan salah satunya terkait maraknya perusahaan industri galian  C melakukan reklamasi di wilayah kawasan Teluk Palu.

“Kami khawatir, pembangunan yang tidak terkendali akan terjadi dan dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat sendiri, baik itu secara ekonomi maupun ekologi,” katanya.

Dedi mengatakan, di Kelurahan Buluri sebelumnya pemerintah memberikan bantuan bagi masyarakat sejumlah bibit untuk budidaya rumput laut. Namun dalam waktu yang tidak terlalu lama, pemerintah juga mengeluarkan izin pertambangan galian C di wilayah yang sama. Ia mengaku telah menerima beberapa keluhan dan keberatan dari masyarakat atas fenomena itu.

“Saya menduga, pemerintah Kota Palu tidak mempunyai rencana tata ruang wilayah yang matang atau pengambilan keputusan mengeluarkan izin untuk sebuah industri tidak mengacu pada RTRW,”
“Soal reklamasi itu harus dipertimbangkan matang-matang. Bisa saja ada yang bilang kalau untuk wilayah pesisir di Teluk Palu perlu direklamasi agar tidak terjadi abrasi. Tapi perlu di ingat, secara logika, air itu selalu mengalir mencari tempat yang rendah. Jadi kalau di suatu wilayah direklamasi, maka komposisi air dalam jumlah besar akan mencari titik terrendah. Dan itu juga akan mengakibatkan abrasi,” jelasnya.

Kata dia, di Kelurahan Watusampu banyak warga yang mengeluh kalau pagar di belakang rumah yang berbatasan dengan bibir pantai, tumbang karena abrasi. Kata dia, rata-rata reklamasi dilakukan untuk kebutuhan dermaga pengangkut galian C. Lokasi yang ditimbun luasnya mulai 100 hingg 200 meter ke   arah pantai. 

Sementara itu, Kepala Dinas Tata Ruang Kota Palu, Ramli Usman menanggapi permasalahan tersebut mengaku sudah menerima isntruksi dari Walikota Palu untuk membatasi pengeluaran izin pembangunan dermaga di wilayah tersebut. Ia mengakui, kondisi tersebut cukup mengganggu, meski wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai wilayah industri galian C.

“Walikota meminta agar semua pengangkutan calian C dilakukan melalui dermaga khusus. Jadi tidak ada lagi yang membuat dermaga baru dan mereklamasi pantai,” katanya.

Ramli mengatakan pula beberapa waktu terakhir ia secara tegas menolak dua perusahaan yang meminta izin untuk pembangunan dermaga. Menurutnya, beberapa izin yang dikeluarkan sebelumnya sudah memenuhi syarat teknis dan lingkungan dari instansi terkait. (bp020/bp003)
Sumber : http://www.beritapalu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1175:tata-ruang-kota-palu-dinilai-tak-konsisten&catid=34:palu&Itemid=126