yprsulteng.com

Sabtu, 26 November 2011

Tolak Reklamasi untuk kesejahteraan Nelayan

  • Target: Presiden Republik Indonesia
  • Sponsored by: Walhi Sulteng, Walhi Sultra, Walhi Sulsel, Walhi Bali, Walhi NTB, Walhi NTT, Kiara, Jatam Sulteng, Yayasan Bonebula,YPR, Walhi Malut, YTM, YMP, Evergreen, Jatam Sultra, Yayasan Bonebula, Yayasan Merah putih, Walhi Sulut, SNTP, LPS-HAM, PBHR Sulteng, SPH

Petisi Bersama
(Deklarasi Gerakan Rakyat Anti Reklamasi Pesisir Pantai Indonesia)
Hentikan Perampasan Ruang Kelola Rakyat: “Tolak Reklamasi untuk kesejahteraan Nelayan”

Dalam 10 tahun terakhir, sebagian besar kota-kota pesisir di Indonesia tengah menghadapi ancaman serius. Bencana tenggelamnya kota-kota pesisir akibat beban pembangunan yang abai terhadap keseimbangan alam dan dampak perubahan iklim semakin sering terjadi. Anehnya, di tengah situasi seperti ini, pemerintah justru mengembangkan proyek rekalamasi pantai atau kerap disebut water front city guna memanjakan dan mengakomodasi kepentingan kelompok pemodal—untuk menyingkirkan kelompok rentan nelayan dari wilayah mukim dan hidupnya.

Kegiatan reklamasi pantai tidak saja terjadi di kepulauan Jawa seperti Jakarta, Semarang dan Pantai Kenjeran Surabaya, tapi juga telah meluas hingga ke wilayah di luar Pulau Jawa. Di Pulau Sumatera, proyek berlangsung di Padang Sumatera Utara atau disebut Padang Bay City, dan Teluk Lampung.
Dibagian tengah dan timur  Indonesia telah terjadi kegiatan reklamasi di Teluk Balikpapan Kalimantan Timur; Pantai Losari dan Pantai Buloa di Sulawesi Selatan; Pantai Kalasey dan Teluk Manado di Sulawesi Utara; Teluk Tolo dan Palu, Reef TIAKA dan Bahodopi hingga Jalan lingkar Kota Toli-Toli dan Palu-Donggala di Sulawesi Tengah; Teluk Kendari, Teluk Baubau, dan Menui Kepulauan Sulawesi Tenggara; dan, kawasan pantai Manakara Sulawesi Barat.


Kamis, 24 November 2011

LSM Tolak Rencana Reklamasi Pantai Teluk Palu

PALU--MICOM: Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kota Palu Sulawesi Tengah menolak rencana reklamasi pantai Teluk Palu. Penolakan dilakukan dalam bentuk Deklarasi Anti Reklamasi Pesisir Pantai serta mendantangani Petisi Bersama oleh sejumlah LSM lingkungan, Rabu (23/11).

Sebelum penandatanganan Petisi Bersama, Direktur Eksekutif Wahana Lingkunan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah, Willianita Selviani membacakan poin-poin kesepakatan rencana reklamasi pantai Teluk Palu tersebut.

Poin-poin kesepakatan tersebut antara lain menolak privatisasi dan monopoli ruang-ruang publik, menolak seluruh skema pembiayaan reklamasi baik dari swasta, APBD, APBN dan dana utang, meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut seluruh peraturan pusat maupun daerah yang memiliki semangat privatisasi dan komersialisasi ruang pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk yang memuat pasal-pasal terkait HP3.

Poin berikutnya adalah, menurut pemerintah menghentikan segala proses pembuatan kebijakan yang mengarah pada upaya pengusahaan perairan pesisir termasuk upaya pengkaplingan dalam bentuk reklamasi pantai pesisir, termasuk Rencana Peraturan Presiden tentang reklamasi.

Selanjutnya, LSM meminta agar pemerintah segera melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pencemar dan perusak ekosistem pesisir laut seusai dengan peraturan perundang-undangan serta pemerintah wajib memulihkan hak-hak konstitusional warga nelayan; seperti hal melintas, hak mengelola sumber daya manusia sesuai dengan kaidah budaha dan kearifan tradisional yang diyakini dan dijalankan secara turun temurun, hak untuk memanfaatkan sumber daya, trmasuk menjamin agar tidak ada lagi penggelontoran material pencemar ke laut.

Rencana reklamasi pantai Teluk Palu saat ini memasuki tahap kerangka acuan studi Amdal. Reklamasi dikerjakan Perusahaan Daerah Kota Palu menggandeng sebuah perusahaan swasta. (HF/OL-2)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2011/11/24/278720/290/101/LSM-Tolak-Rencana-Reklamasi-Pantai-Teluk-Palu

Kiara deklarasikan gerakan anti reklamasi

PALU: Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) M Riza Damanik beserta sejumlah lembaga swadaya masyarakat di kawasan Indonesia Timur mendeklarasikan gerakan rakyat anti reklamasi pesisir pantai Indonesia di Hotel Nisfa, Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.

“Deklarasi ini sebagai bentuk penolakan kami terhadap praktik-praktik penguasaan ruang dan tanah yang semakin gencar dalam kurun sepuluh tahun terakhir, dan telah menimbulkan berbagai dampak baik secara ekologi maupun hilangnya akses masyarakat pesisir dalam pengelolaan kawasan pesisir,” ujar Risa, di Palu hari ini.

Dia mengatakan terdapat 240 kota pantai di seluruh Indonesia menjadi target reklamasi. Seperti Teluk Balikpapan Kalimantan Timur, Pantai Losari dan Pantai Buloa Sulawesi Selatan, Pantai Kalasey dan Teluk Manado, Sulawesi Utara, Teluk Tolo dan Palu Sulawesi Tengah, Teluk Kendari Sulawesi Tenggara dan Kawasan Pantai Manakara Sulawesi Barat.

Jumat, 11 November 2011

LSM DI PALU PERINGATI HARI PAHLAWAN DENGAN UNJUK RASA

PALU – Puluhan pengunjuk rasa dari lima lembaga swadaya masyarakat di Kota Palu memperingati hari pahlawan dengan menyerukan untuk menggalang kekuatan bersama terhadap perusahaan-perusahaan besar yang telah mengambil hak-hak masyarakat di bundaran Jalan Hasanuddin.

Given Lasimpo selaku kordinator lapangan mengatakan aksi kali ini diikuti perwakilan dari Wahana Lingkungan hidup (Walhi) Sulteng, Yayasan Pendidikan Rakyat, Perkumpulan Bantuan Hukum Rakyat, Komunitas Peduli Perempuan dan Anak, Solidaritas Perempuan serta Front Mahasiswa Nasional bergabung dalam aksi ” gerakan 99 persen melawan satu persen si rakus”“Maksud dari seruan

Senin, 07 November 2011

JATAM SULTENG SOROTI IZIN TAMBANG DALAM KAWASAN HUTAN

PALU – Direktur Jaringan advokasi tambang (Jatam) Sulawesi Tengah (Sulteng) Isman menyoroti banyaknya izin-izin pertambangan yang masuk dalam kawasan-kawasan hutan di beberapa kabupaten di Sulteng.
“Hingga saat ini kami mencatat hampir seratus lebih izin pertambangan yang diberikan oleh pemerintah daerah tanpa melihat lokasi pertambangan tersebut apakah dalam kawasan hutan atau tidak,”Ujarnya saat mengikuti pertemuan penyempurnaan draf nol strategi daerah Reduction Emission from deforestation and forest degradation (REDD) yang dilaksanakan Pokja REDD.

Isman menyebutkan untuk Kabupaten Morowali kuranglebih 100 izin pertambangan, sebanyak 60 izin pertambangan di Kabupaten Tojo Unauna, 70 lebih di Kabupaten Banggai dan dua izin pertambangan di Kabupaten Tolitoli.

Terkait hal itu, Isman mengkritisi kebijakan yang diambil oleh kepala daerah yang begitu mudahnya mengeluarkan izin pertambangan kepada perusahaan-perusahaan tanpa mempertimbangkan status kawasan.
“Jika kawasan izin pertambangannya masuk dalam kawasan hutan maka harus ada persetujuan izin pinjam pakai kawasan dari instansi terkait dalam hal ini kementerian kehutanan karena izin pinjam pakai kawasan diberikan dan dikeluarkan oleh kementerian kehutanan,”tegasnya.

Sementara itu Surya Tedi dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Tinombo Dampelas yang juga masuk dalam Pokja I REDD mengatakan mereka memang kerabkali mendapatkan informasi mengenai hal itu akan tetapi banyak yang tidak memberikan tembusan terkait izin-izin pertambangan itu kepada dinas terkait.

Ia mengatakan apa yang menjadi pemantauan dan pengamatan Jatam Sulteng akan ia tindaklanjuti dan data-data yang telah dihimpun oleh Jatam Sulteng dapat diberikan pula kepada pihaknya agar menjadi salah satu referensi perbandingan antara yang dimiliki kehutanan dengan Jatam Sulteng.

“Kami sering mendengar informasi soal ini dan informasi yang diberikan oleh Jatam Sulteng akan kami sampaikan kepada bagian planalogi untuk mempelajarinya,”katanya.
Data BPS Sulteng menyebutkan dari sektor pertambangan khusus bijih, kerak dan abu logam merupakan komoditi ekspor terbesar  pada bulan September 2011 dengan nilai ekspor sebesar US$ 7,37 juta dan selama tahun 2011 dari komoditi tersebut telah mencapai nilai US$ 112,52 juta.(bal)

Sumber : http://www.beritapalu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1798:jatam-sulteng-soroti-izin-tambang-dalam-kawasan-hutan&catid=34:palu&Itemid=126