Selasa, 17 mei 2011
PALU (17/5) - Posisi perempuan di tengah masyarakat tak bisa lagi disepelekan. Keberadaan mereka menjadi penentu atas sebuah keputusan besar, sudah menjadi keniscayaan. Dalam konteks Implementasi program pengurangan pelepasan emisi karbon CO2 ke udara melalui pencegahan perubahan fungsi kawasan hutan dan penurunan kwalitas hutan, atau dalam istilah popularnya disebut Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) pada tahun 2012 nanti, posisi perempuan tak bisa ditawar-tawar.
Hal tersebut dikatakan Anggota Pokja Pantau REDD Sulteng, Mutmainah Korona, saat diskusi dalam media briefing dengan sejumlah wartawan di Palu, Selasa (16/5).
" Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan adalah sesuatu yang wajib dilakukan " tegas Mutmainah. Menurutnya, hal itu penting sebab kaitan antara hutan dan perempuan sangat erat. Dalam konteks REDD, sangat jelas bisa dipetakan. Orientasi program yang diprakarsasi negara maju ini adalah hutan, yakni bagaimana hutan bisa dijaga, bisa menyerap emisi dan menyimpannya di pohon (kayu) sehingga pembuangan gas rumah kaca ke udara menjadi berkurang.
Hal semacam itulah yang dikhawatirkan, bisa terhambat (dibatasi) jika implementasi REDD pada tahun 2012 nantinya.Oleh karena itu, menurut Direktur KPPA Sulteng ini dalam implementasi REDD, perempuan harus terlibat dalam pengambilan keputusan, akses informasi dan semacamnya yang termasuk dalam komponen prinsip persetujuan tanpa paksaan atas informasi awal, atau Free Prior and Informend Consent (FPIC). Dalam tahap ini, perempuan harus didengar suaranya dan tidak hanya ditempatkan sebagai obyek pelengkap saja.(BP001/020)
Sumber : http://www.beritapalu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1305:perempuan-harus-terlibat-dalam-keputusan-implementasi-redd&catid=34:palu&Itemid=126
Tidak ada komentar:
Posting Komentar