Lembaga : Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR)
Koord. Div. Pengelolaan Sumber Daya Alam
No. Kontak : 0812 418 96717
Senin 14 Maret 2011
Posisi wilayah Kota Palu secara geografis berada di lembah yang dikelilingi gunung dan memiliki teluk yang berada pada 1190 45’ – 1200 01’ Bujur Timur dan 0036’ – 0056’ lintang selatan dengan luasan wilayahnya adalah 395,06 Km2 atau 39.506 Ha, yang terdiri dari 4 Kecamatan dan 43 Kelurahan dengan jumlah penduduk berdasarkan data BPS Kota Palu menurut kecamatan tahun 2009 sebanyak 313,179 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 793 /km2. Sebagaimana kita ketahui bahwa potensi somber daya alam di wilayah kota palu sangat besar, dimana terdapat kawasan hutan, potensi pertambangan (galian C) kurang lebih 156,65 Ha yang telah dieksploitasi / digarap sampai tahun 2006 dan masih baya lagi potensi SDA lainnya. Sebagai sebuah konsekwensi perkotaan dengan melihat berbagai potensi yang ada serta tingkat pertumbuhan dan perkembangan di Kota Palu maka pembangunan saat ini seharusnya membutuhkan penanganan, perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian yang sistematis, strategis, arif terhadap dampak lingkungan dan yang paling penting adalah partisipatif khususnya pada ruang-ruang public yang bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat miskin, karena dalam prosesnya pembangunan di perkotaan cenderung akan menyingkirkan kepentingan-kepentingan rakyat miskin dan terpinggirkan dari proses perencanaan pembangunan itu sendiri.
Saat ini penataan ruang di wilayah Kota Palu cukup memiliki masalah yang kompleks dimana ruang-ruang public semakin tidak menentu baik pada segi sosial-budaya, hukum maupun ekonomi serta politik. Dalam penataan ruang semestinya yang menjadi rujukan yaitu UU No. 26 tahun 2000 tentang penataan ruang wilayah disemua tingkatan dimana dimana perencanaan dan pelaksanaannya semestinya dalam proses itu pelibatan publik merupakan hal yang prioritas, sehingga dapat menghasilkan perencanaan yang mengakomodir kepentingan rakyat miskin dan terpinggirkan dan tentunya dapat memberikan manfaat baik secara sosial-kultural, hukum, ekonomi maupun politik bagi rakyat itu sendiri.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, YPR mencatat adanya trend peningkatan kasus-kasus akibat pengelolaan ruang yang dapat dikatakan kontra produktif di kota palu. Fenomena ini setidaknya (terus) berlangsung di empat wilayah kecamatan yang ada, yakni kawasan Palu barat sepanjang pesisir teluk palu, dimana terdapat cukup banyak perusahaan Galian C yang mendapatkan izin dari pemerintah kita, dimana setiap harinya menimbulkan dampak lingkungan seperti debu yang berterbangan sampai kepemukiman warga, deru kendaraan besar yang lalu lalang di jalur antar provinsi yang tidak sedikit menimbulkan kecelakaan lalu lintas, ditambah lagi limbah yang diproduksi dari penggilingan batu menjadi kerikil jelas langsung dialirkan langsung ke laut dan hal ini jelas mengurangi pendapatan nelayan dalam memperolah hasil tangkapannya khusus nelayan tradisional. Kemudian pengelolaan Pesisir Palu Timur dan Palu Utara hingga pada pusat Perkotaan sendiri. Lingkupnya, pencemaran (udara, air, dan tanah), pelanggaran tata ruang, alih fungsi lahan, praktek eksploitasi, hingga pelanggaran hukum lingkungan.
Penataan ruang kota palu yang terlihat carut marut terbukti dengan pembangunan pasar tradisional ataupun modern yang tidak partisipatif sehingga banyak pedagang tidak bersedia meninggalkan tempatnya semula karena tidak strategisnya lokasi pembangunan pasar. Ambi contoh pasar Petobo yang sampai saat ini kenyataannya pedagang ikan lebih memilih berdagang dipinggir jalan meski setiap hari harus waspada karena berhadapan dengan sweeping dan penggusuran tiba-tiba dari petugas.dari carut marutnya pedagang tersebut sehingga jangan heran bila bau busuk yang menyengat dari dihampir semua sudut pinggiran bahkan dipusat kota palu baik itu ditimbulkan oleh bau busuk sampah yang menumpuk juga bau busuk limbah dagangan ikan dan lainnya. Jangan heran bila Kota Palu mendapat julukan kota sampah dan kota pedagang ikan. Hal ini tidak terlepas dari proses perencanaan dan pembangunan tata ruang Kota palu yang masih carut marut.
Pertanyaannya adalah bagaimana dengan program pemerintah Kota Palu yang disebut dengan “Green and Clear” atau program lain yang sedang digalakan dan diusahakan menjadikan Kota Palu sebagai Kota Teluk Kelas Dunia ??... sementara dalam proses perencanaan dan pembangunan yang ada belumlah terlihat langkah menuju program tersebut.Bagimana mungkin dapat mewujudkan program tersebut sementara di hampir semua pinggir pantai telah pengerukan dan penggilingan batu, kerikil dan lainnya dengan limbah yang langsung dialirkan kesungai dimana sekali lagi telah mendapat izin usaha untuk melakukan hal itu. Hal lain saat ini reklamasi (penimbunan pantai) untuk pembangunan usaha seperti hotel dan lainnya yang marak dilakukan oleh berbagai pihak dan lagi-lagi telah memiliki izin dari pihak pemerintah dan ditambah suasana Kota palu yang tercemar dengan bau busuk dimana-mana?
Inilah yang kami sebut dengan penataan Ruang Kota palu yang masih kontadiktif dengan program yang direncanakan dimana kota palu akan dijadikan Kota Industri, Pariwisata dan lain sebagainya.
Harapan kita semua semoga berbagai kebijakan yang arif dari Pemerintah kota Palu kedepan dapat benar-benar menekankan pada proses perencanaan, penataan dan pelaksanaan Ruang Kota Palu yang lebih Ramah lingkungan dan yang paling penting Partisipatif dengan tidak menafikkan kepentingan rakyat miskin, sehingga hasilnyapun dapat dinikmati dan dimanfaatkan bersama.
Sumber : YPR (Yayasan Pendidikan Rakyat)
Konflik Ruang saat ini makin marak, dimana investasi gila-gilaan masuk dengan kepentingan akumulasi modal tanpa memperdulikan ruang-ruang kelola rakyat yang kemudian juga berimbas pada hancurnya lingkungan....jika itu kemudian di biarkan berlangsung maka pembangunan untuk mensejahterakan rakyat sangat jauh dan merupakan omong kosong belaka....!!
BalasHapus